A.
Kepribadian
Islam dalam Prespektif Psikologis
Dalam kajian psikologi secara umum terdapat ketertarikan psikologi
dengan syakhsiyah (personality) atau kepribadian. Kajian Islam
klasik, tidak menggunakan syakhsiyah dalam mengungkapkan kepribadian
yang Islami yakni dengan akhlak. Pemikira al-Ghazali dan Ibnu Maskawaih
mengungkapkan keterkaitan akhlak dengan syakhsiyah hanya memiliki
perbedaan syakhsiyah dalam psikologi berkaitan dengan perilaku yang
didevaluasi, sedangkan akhlak berkaitan dengan tingkah laku yang dievaluasi.
Dapat dipahami syakhsiyah Islamiyyah bisa dikatakan dengan istilah
akhlak. Kepribadian Islam selain mendiskripsikan tingkah laku seseorang juga
meniali baik dan buruknya.
B.
Struktur
dalam Wacana Psikologi Islam
Bericara struktur manusia tidak bisa lepas dengan substansi
manusia, pada umumnya terbagi menjadi dua substansi yakni manusia atas jasad
dan ruh. Masing-masing berlawanan tapi saling membutuhkan satu sama lain.
Karena saling membutuhkan antara keduanya dan kedua natur yang berbeda maka
perantara keduanya disebut nafs.
1.
Subtansi
Jasmani
Jasad (jisim) aldah substansi manusia yang terdiri atas
struktur organisme fisik. Organisme manusia lebih sempurna dibanding dengan
makhluk lain. Setiap makhluk mempunyai sumber unsur yang sama yakni tanah, api,
air, dan angin. Empat sumber tersebut akan hidup jika diberi energi kehiupan
yang bersifat fisik yang disebut dengan nyawa. Ruh bersifat substansi (jauhar)
sedangkan nyawa merupakan sesuatu yang baru (‘aradl) yang juga dimiliki
hewan.
Menurut ikhwan as-Shafa menyatakan bahwa jasmani komponen natur
inderawi, empirik, dan dapat disifati. Yang terstruktur dari dua substansi yang
sederhana dan berakal, yaitu hayula dan shurah. Substansinya sebenarnya
mati kehidupannya bersifat ‘ardl karena berdampingan dengan nafs.
Yang bertugas menjadikannya bergerak dan memberi daya dan tanda. Jisim manusia
natur buruk yang disebabkan oleh 1) ia penjara bagi ruh 2) mengganggu kesibukan
ruh untuk beribadah kepada Allah Swt 3) jasad tidak mampu mencapai makrifat
Allah.
2.
Substansi
Ruhani
Ruh merupakan
substansi psikis menusia yang menjadi esensi kehidupannya. Ruh bersifat halus (jism
lathif) dalam terminologi psikologi ruh berbeda dengan spirit karena ruh
memiliki arti jauhar sedangkan spirit bersifat ‘aradl (accident).
Ruh memiliki natur tersendiri, menurut al-Ghazali ruh merupakan lathifah (sesuatu
yang halus) yang bersifat ruhani, ia dapat berpikir, mengingat, mengetahui, dan
sebagainya. Ia juga sebagai penggerak jasad manusia sifatnya gaib.
Fitrah ruh
tidak dibatasi dengan ruang dan waktu. Dapat keluar masuktubuh manusia dan
hidup sebelum tubuh manusia ada. Ketika manusia sudah dalam kandungan umur
empat bulan malaikat akan meniupkan tuh dalam jasad manusia, setelah itu ruh
berubah menjadi nafs (gabungan antara tuh dan jasad).
Pembahasan
tentang ruh terbagi menjadi dua bagian pertama ruh yang berhubungan
dengan zatnya sendiri, yang disebut dengan munazzalah. Berkaitan dengan
asli ruh yang diturunkan dari zat Allah yang esensinya tidak akan pernah
berubah yang turun dengan sebutan amanah (dengan membawa kepercayaan
atau keimanan dari Allah Swt); kedua ruh yang berhubungan dengan badan
jasmani disebut ruh al-gharizah atau disebut dengan nafsaniah.
3.
Substansi
Nafsani
Nafs mempunyai banyak pengertian berarti soul, nyawa, ruh, konasi yang
berdaya syahwat dan ghadab, kepribadian, substansi psikofisik
manusia. Pada substansi nafs ini, komponen jasad dan ruh bergabung. Aktualisasi
nafs membentuk kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal.
Natur nafsani
antara baik dan buruk, halus dan kasar, dan mengejar. Selain itu, nafsani
terikat dan tidak antara ruang dan waktu. Ia subsansi antara abadi dan temporer.
Substansi nafs emmeiliki potensi gharizah yang dikaitkan dengan potensi
jasad dan ruh maka dapat dibagi menjadi tiga bagian 1) al-Qalb yang
berhubungan dengan rasa dan emosi; 2) al-aql yang berhubungan denagn
cipta dan kognisi; dan 3) daya al-nafs yang berhubungan dengan karsa dan
konasi; yang dijelaskan sebagai berikut
a.
Kalbu
Kalbu (qalbu)
merupakan organik yang memiliki sistem kognisi yang berdaya emosi. Menurut
al-Ghazali, kalbu terbagi menjadi dua aspek yakni kalbu jasmani dan kalbu
ruhani. Kalbu adalah daging sanubari yang terbentuk seperti jantung pisang yang
terletak di dalam dada bagian kiri yang lazimnya disebut dengan jatung (heart).
Sedangkan kalbu ruhani yang berhubungan denagn kalbu jasmani yang menjadi
esensi manusia.
Al-Ghazali
berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al-nur al-ilahiy (cahaya
ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniyah (mata batin) yang memancarkan
keyakinan. Kalbu ruhani bagian esensi dari nafs manusia. yang berfungsi sebagai
pemandu, pengontrol, dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu
berfungsi normal maka kehidupan manusia akan menjadi baik dan sesuai dengan
fitrah manusia yang aslinya.
Menurut sufi,
kalbu merupakan sesuatu yang bersifat halus dan rabbani yang mampu mencapai
hakikat sesuatu. Kalbu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) melalui daya
cita-rasa (al-zawqiyyah). Kalbu mendapat puncak pengetahuan apabila
manusia telah mensucikan dirinya dan mengahsilakn ilham (bisikan suci
dari Allah Swt.) dan kasyf (terbuka
dinding yang mengahalangi kalbu).
b.
Akal
Akal secara
bahasa berarti al-imsak (menahan), al-ribath (ikatan), al-hajr
(menahan), al-nahy (melarang), dan man’u (mencegah). Orang
yang berakal adalah orang yang mampu mengikat dan menahan hawa nafsu, jika hawa
nafsunya terikat maka jiwa rasionalitas mampu bereksistensi.
Secara jasmani,
akal bertempat dalam otak manusia (al-dimagh) yang memiliki cahaya
nurani dan dipersiapkan dan mampu memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah)
dan kognisi (al-mudrikah). Akal dapat memperoleh, menyimpan, dan
mengeluarkan pengetahuan. Akal berpotensi fitriah yang memiliki daya-daya
pembeda antara hal-hal yang baik dan buruk.
Akal secara
psikologis memiliki fungsi kognisi (daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep
umum yang mencakup semua bentuk pengalaman kognisi, mencakup mengamati,
melihat, memperhatikan, memberikan pendapat, mengasumsikan, berimajinasi,
memprediksi, berpikir, mempertimbangkan, menduga, dan menilai. Akal pada
puncaknya kemampuan mencapai pemahaman abstrak dan akal mustafad, yaitu mampu
menerima limpahan pengetahuan dari Allah Swt. melalui akal Fa’al (malaikat
jibril).
c.
Nafsu
Nafsu adalah
daya nafsani yang memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan al-ghadabiyah
dan al-syahwatiyah. al-Ghadab adalah suatu daya yang berpotensi untuk
menghindari diri dari segala yang membahayakan, menurut psikoanalisa al-ghadab
berarti defense (pertahanan, pembelaan, dan penjagaan). al-Syahwat
adalah suatu daya yang berpotensi untuk menginduksikan diri dari segala yang
menyenangkan.
Prinsip kerja
nafsu mengikuti prinsip kenikmatan dan berusaha mengumbar impuls-implus
primitifnya. Dalam pandangan psikologis nafsu memiliki makna konasi (daya
karsa), konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha, berkehendak,
berkemauan. Nafsu menunjukkan struktur bawah-sadar dari kepribadian manusia.
Apabila manusia mengumbar dominasi nafsunya maka kepribadiannya tidak akan
mampu bereksistensi, baik di dunia dan di akhirat.
C.
Dinamika
Kepribadian
Kepribadian menurut psikologi Islam berdasarkan yang sudah
diungkapkan sebelumnya “integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang
menimbukan tingkah laku”. Sedangkan menurut fungsinya kepribadian merupakan
integrasi dari daya emosi, kognisi, dan konasi yang terwujud dalam tingkah laku
luar (berjalan, berbicara, dan sebagainya) dan tingkah laku dalam (pikiran,
perasaan dan sebagainya). Ketiga komponen tersebut saling mengisi akan tetapi
diantara terjadi dominasi dari komponen lain. Dalam kondisi khusus antar
komponen saling berlawanan, tarik-menarik, dan saling mendominasi untuk bentuk
suatu tingkah laku.
Dalam interaksi dalam kepribadian seseorang, kalbu memiliki kondisi
dominan dalam mengendalikan suatu kepribadian, darinya diri teraktualisasi
positif maupun negatif. Kalbu menjadi penegndali dalam diri manusia dan akan
mempertanggung jawabkannya secara langsung kelak di akhirat oleh Allah Swt.
ketika kalbu dikendalikan oleh komponen lain yang lebih rendah kedudukannya
maka kalbu akan sering berubah-ubah atau tidak stabil.
Macam-macam kepribadian dalam psikologi Islam, sebagai berikut
1.
Kepribadian
Ammarah
Kepribadian ammarah adalah kepribadian yang cenderung pada tabiat
jasada dan mengejar prinsip-prinsip kenikmatan, yang bersemayam di bawah-sadar
manusia. keberadaanya ditentukan oleh dua daya, 1) daya syahwat yang
selalu menyalurkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu, dan campur tangan urusan
orang lain, dna sebagainya; 2) daya ghadzab yang selalu menginginkan
tamak, serakah, mencekal, berkelahi, ingin menguasai yang lain, keras kepala,
sombong, angkuh, dan sebagainya.
2.
Kepribadian
Lawwamah
Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh
cahaya kalbu, lalu ia ingin bangkit memperbaiki kebimbangannya antara dua hal.
Kepribadian ini didominasi oleh akal manusia, yang bersifat rasionalistik dan
realistik membawa manusia ke tingkat kesadaran. Ibnu Qayyim membagi kepribadian
lawwamah dengan dua bagian 1) kepribadian lawwamah malumah yakni
kepribadian lawwamah yang bodoh dan zalim; 2) kepribadian lawwamah ghayr malumah
yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk
memperbaikinya.
3.
Kepribadian
Mutmainnah
Kepribadian mutmainnah adalah kepribadian yang telah diberi
kesempuranaan kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh
sifat-sifat yang baik. Tingkatan kesadaran kepribadian mutmainnah tingkat
kesadaran atas-sadar atau supra-sadar manusia. dinamakan dengan mutmainnah
karena kepribadian yang tenang menerima keyakinan fitrah. Keyakinan fitriah
adalah keyakinan yang dihujamkan pada ruh manusia di alam arwah dan kemudian
dilegitimasi oleh wahyu ilahi. Kepribadian ini terbiasa menggunakan metode dzawq
(rasa dan cinta) dan ‘ain al-bashirah (mata batin) yang menerima
sesuatu sehingga ia merasa yakin dan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar