“Tekankan anak-anak (kita), untuk menggali kemajuan (global) dari
Al-Quran”
-KH. Habib Lutfi bin Yahya-
Penggalan
kutipan di atas, di ambil ketika pengajian pasanan di kediaman abah Lutfi dalam
diskusi tafsir al-Quran. Kutipan tersebut tidak hanya sebatas jajaran kata
belaka, kutipan yang penuh makna mendalam yang ditandaskan kepada kita kaum
bersarung pembawa Al-Quran (khamlul Quran). Bentuk tanggung jawab besar dalam
segi modernisasi pemahaman al-Quran yang diterima seluruh umat manusia,
al-quran teks kebenaran mutlak kitab suci karya tangan Ilahi Rabbi.
Ini
bukan main-main bagi kaum santri, ketika mereka menghina al-Quran sebagai kitab
tanpa pengetahuan, kaum santrilah yang berada pada garda terdepan untuk
membentenginya, dan sebagainya persoalan. Santri agen of rahmatan lil
alamin, santri berperadaban, berpengalaman, berpengaruh besar, dan
intelektualitas yang tiggi. Mungkin setitik ini, akan menjadi bahan baku (raw
material) santri dalam penafsiran al-Quran untuk kemajuan global.
Kenyataannya,
pengembaraan intelektual seringkali terhenti pada titik tafsir salafussalihin
tanpa melanjutkan hingga titik tafsir kemajuan intelektual Amerika dan
negara-negara maju lainnya. Krisis semangat ini perlu dibenahi langsung pada
individual santri dan civitas academica pesantren. Individul santri
dimulai dari kesadaran kemajuan zaman dan kebutuhan masyarakat modern untuk
menjadi civil society, untung-untung masyarakat madani ala Rasulullah
Saw. Pesantren harus ada pembenahan lebih progresif, mewadahi ilmu pengetahuan
dengan bingkai pengetahuan salaf atau bisa dengan menyajikan kepada santri
isu-isu global yang harus diselesaikan dengan konsep Islam.
“Tekankan
anak-anak (kita)” kutipan ini menambah tugas rumah santri pada peran
kemajuannya. Santri dituntut membangun generasi berperadaban, kuat dari
tantangan zaman, ber-akhlakul karimah, berpribadi ruhaniah yang tinggi.
Bagaimana bisa kita melukiskan lukisan dengan berdaya seni tinggi jika
pelukisnya tanpa ada jiwa seni yang tinggi pula, bagaimana bisa kita membangun
generasi yang berkualitas jika kita sendiri masih berkutat pada pertentangan khilafiyyah
saja. Untuk itu, apa peran santri yang sebenarnya? Dimana ruang lingkupnya?
Bagaimanakah santri berkemajuan global melalui larik-larik al-Quran?
Peran dan Tanggung
jawab santri
Mengingat
kembali seminar temu santri CSSMoRA di Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Trawas Mojokerto
yang bertema ‘Mempertegas Peran Santri dalam Membangun Bangsa’, Prof. DR. Nur
Syam, M.Si menegaskan terdapat tiga peran santri yang paling mendasar, yaitu
peran akademis, peran sebagai umat Islam dan peran sebagai bagian dari bangsa
Indonesia. Tiga peran begitu penting untuk disadari oleh santri manapun, karena
tigal hal tersebut akan selalu melekat pada santri di manapun tempatnya, yang
akan dituntut pengaruhnya kapanpun.
Pertama, peran
akademis, yaitu peran santri dalam lembaga pendidikan ilmu agama dan ilmu
pengetahuan. Perlu diketahui keduanya terdapat di dalam dua jalan yang berbeda
dengan latar belakang yang berbeda pula. Ilmu agama yang berawal dari otoritas
tuhan dalam ajaran Islam , dan ilmu pengetahuan berawal dari otoritas Tuhan
dalam realita hukum alam (sunnatullah) yang diwadahi oleh metodologi
observasi faktual. Namun, akdemisi santri berada dalam dua sisi tersebut,
membawa keduanya pada jalur dan niat yang sama supaya batas keduanya menjadi
samar sebagaimana era para ilmuan Islam yang telah membangkitkan peradaban
kemajuan Islam dengan kemajuan pengetahuan. Melalui semangat ketuhanan atau
spiritualitas beragama mengikat pengetahuan pada jalur semestinya.
Kedua, peran
santri sebagai umat Islam, umat Islam yang universal yang mampu berdikari sebagai ummatan
wasathan (umat yang moderat) bukan ekstrimis, radikal-kriminalis, egoisme,
dan sebagainya. Umat islam yang berpegang teguh dengan Iman (berkeyakinan kuat
dan benar), Islam (taat beragama), dan Ihsan (umat moderat, berakhlakul
karimah, dan spiritualitas ketuhanan yang tinggi). Islam kaffah-lah yang
dirasa paling dekat dengan santri yang telah mendalam keagamannya, luar maupun
batin. Musuh besar Islam yang perlu ditangani adalah nafsu manusia sendiri,
santri diharap menjadi Hero (pahlawan) untuk dirinya dan umat Islam yang
lain.
Ketiga, peran santri sebagai bagian
dari bangsa Indonesia. Sesungguhnya pondok pesantren sebagai institusi
pendidikan paling tua di Nusantara. Santri dan Indonesia, Tokoh dan Bangsa,
kader dan Negara, keduanya berkaitan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Santri
harus paham apa itu Indonesia, bagaimana masyarakatnya, apa saja problemnya.
Santri dituntut sebagai warga Negara yang paling nasionalisme, patriot, fanatik
berbangsa dan bernegara Indonesia.
Sebagaimana para pahlawan jihad
ketika resolusi jihad 10 November melawan kolonialisme dalam mempertahankan
kemerdekaan NKRI, bagi santri ‘NKRI harga MATI’.
Kemajuan global dengan al-Quran
Kemajuan di muka bumi ini sangat relatif,
berbagai istilah muncul kemajuan Negara, kemajuan sosial, kemajuan jiwa, dan lain sebagainya. Kemajuan di sini mengarah pada
kemajuan pengetahuan karena dirasa
dengan ilmu pengetahuanlah global akan dapat berkembang dengan pesat.
Kemajuan
atau peradaban global dipegang oleh pihak yang perpengetahuan tinggi. Dengan
kepentingan tertentu mereka berambisi menguasai globalisasi dengan tangan ilmu
pengetahuan. Kesadaran ini berpengaruh besar Rennaisans di mana
kebebasan berpikir sanagt menunjang pesatnya pengetahuan. Kita umat
Islam-khususnya santri- tidak seperti itu, kemajuan pengetahuan di dunia Islam
murni karena Allah Swt, bukan kepentingan pribadi.
Mengutip
dasar al-Quran yang fokus ilmu pengetahuan, Allah berfirman:
Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka
tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Q.S. Al-Baqarah [2]:255)
Jika
kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. dan dihari kiamat
mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang
Maha Mengetahui. (Q.S. Fathir [35]:14)
Mengajarkan
kepadanya cara menyampaikan pandangan. (Q.S. al-Rahman [55]:4)
Nun, demi
kalam dan apa yang mereka tuli. (Q.S. al-Qalam [68]:1)
Ilmu, pengetahuan, karya, tulis, dan
inovasi. Kutipan kecil di atas siratan firman Allah Swt. Untuk pembaca,
pemikir, pengkaji, yakni santri. Santri berkompetensi luhur dipaksa
merealisasikan penggalan ayat mulia tersebut, untuk kebaikan global dari Islam
untuk global.
Kembali pada kemajuan, sebenarnya sekarang
ini kemajuan global sudah pada puncak masanya yang akan terus berkembang hingga
kiamat nanti, akan tetapi kemajuan sekarang ini bukan yang diharapkan Islam
khususnya harapan al-Quran. Kemajuan yang masih dikendalikan barat, yang bukan
dari spiritual-ukrawiyyah tapi nafsu dunyawiyyah.
‘Santri sebagai peran kemajuan global’
mungkin peran tambahan ini terlalu berat, segala hal dalam proses begitupun
perkembangan santri masih melalui tahap-tahap untuk menggapainya. Ketika dunia
barat berlari, santri telah dapat terbang, hidup yang penuh persaingan dan
tantangan. Revolusi pendidikan santri dan paradigmanya harus berjalan lebih
cepat, pengetahuan bahasa internasional perlu dikembangpesatkan, referensi
kitab salaf bersanding manis dengan gadget dan laboratorium standar
internasional, sudah saatnya ilmuan Islam kembali mengharumkan nama Islam
kembali jaya. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar